Langsung ke konten utama

Mengingat Ayah dan Dunia yang Hilang

aku mengingat ayah,

kulit duku, kayumanis, kacamata
tanpa bingkai, es kacang hijau
kopi hitam, gebrakan gaplek, tawa
terbahak setiap malam,

dan kalkulasi aneh di belakang catatan.

aku mengingat ayah,
aku memikirkan: dunia
yang hilang.

hukum Engel, buku toefl
terbitan pertama, 
musik country, 
mobil merah, 
serta langit sore ilalang
menari, sungai kecil
membelah jembatan.

tanpa tahu mesti lewat
mana, aku akan senantiasa mengiringi
keniscayaan taklimat ayah,

syahdan, semua napas cerita
yang memejamkan mata
tentang mimpi, tentang batu bernyanyi
pada suatu negeri.

aku ingin bernyanyi seperti batu, 
suatu hari nanti pada sebuah negeri
tentang kesia-siaan laku manusia, 
nostalgia atas hal-hal sentimentil,
tentang airmata dan penderitaan kehidupan

tetapi bukankah kita tidak mesti
menderita untuk bisa bernyanyi?

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Slow Conscious Living

I planted passion fruit tree in my backyard and catched another sunset. Harvested some chives, and finely chopped to make some choi pan today. Walked barefoot on grass. Trimmed my red rose. Read a lot of book, i mean aloooot. Try a new recipe. Breastfeeding regulary. Watch Miesha plays with Kiano (her boyfriend, she told me) almost every evening. Make two cups of tea, and talk about herself and himself. Sleepless. Found a new night skincare routine. Connecting with Makka's eyes. Searching for the best coffee every weekend. Enjoy my maternity leave simply because I didn't have to pretend to be friendly and talkactive officemate. I love my sanctuary, my solitude that only contains kids, books, sketchs, plants, coffee, and receiving funny videos from him. Finally it is time to my fvcking introvert personality dominate. Tonight, I am thinking about making Kombucha and Sourbread and Burn cheesecake and  also  how to sing Ikan dalam Kolam with a nice cengkok properly.  A lot th...

Salad Pepaya Muda (Dedicated to Shachan9370)

Aku punya teman, aahhhhh.. Hobinya jalan-jalan, aaaaah.. aaaahhh.. aaaaahhh.. Ia gitu, beberapa dari kita mungkin punya teman yang hobi traveling sendirian. Kalau aku sih entah kenapa bisa adore banget dengan orang-orang yang bisa ngelakuin itu. Bayangin aja, pesen tiket, urus visa, urus ini urus itu, cari info, bikin itinerary sendiri bukan perkara yang mudah. Modal yang diperlukan sangat besar, bukan cuma materi dan waktu, tapi ada yang lebih penting dari itu namanya mental berani.  Mental berani itu, gak semua orang punya. Banyak dari kita, mayoritas malah, memaknai hidup ini cuma untuk sekadar mencari tempat yang aman tanpa membuka peluang untuk menikmati pengalaman yang lebih menyenangkan dari sekadar hidup, bertahan mencari kenyamanan lalu mati. Menghabiskan banyak waktu untuk sekadar memikirkan ketakutan absurd yang sebenarnya pun tidak perlu dipikirkan. Nah, orang-orang berjiwa petualang biasanya memiliki kadar ketakutan absurd yang cukup rendah. Entah aku termas...