Langsung ke konten utama

CiGiNtaGa iGiTuGu iGiNdaGaH :)


Sebenarnya awalnya bingung, mau nulis ini pake gaya dan bahasa apa…
Bahasa Indonesia yang baik dan benar, bahasa palembang, bahasa baturaja, bahasa puisi, bahasa statistik, bahasa sansekerta, atau bahasa lengkiti.
Akhirnya diputuskan pake bahasa yang familiar aja, biar yang nangkep juga ngerasa kebahagiannya (cieleeee).


Kamu percaya gak seseorang itu bisa membuat kita berubah ke arah yang lebih baik. Ok, setelah apa yang terjadi ama aku beberapa minggu ini, aku jadi pecaya, bangeeet.

Bayangin ya., selama hamper 120 tahun nie usia. Aku tu baru pacaran satu kali, SATU KALI, gilaa miris banget nie idup. Dan dengan pengalaman yang menyaksikan hubungan yang gagal dari orang-orang terdekat dan yang finally kemarin  pernah ngalamin sendiri ngebentuk pribadi yang cukup tertutup masalah cinta-cinti. Efeknya selama ini, aku cuma berani sampai batas ngecengin dan dikecengin doang. Wajarlah mungkin karena aku mau ambil jalur aman, atau mungkin aja belum ketemu orang yang bisa ngeyakinin aku, atau entahlah aku juga bingung.
Sampai suatu hari nasib mempertemukan aku dengan seseorang (alaaaaaaaaaaaaaaaah). Menurut ku, dia beda. Di satu sisi dia bisa ngebuat aku ketawa ngakak cekakak-cekakak, tapi di sisi lain dia juga (entah kenapa) bisa ngebuat aku yakin. Kombinasi aneh, yang cukup ngebuat aku nyaman ama dia. Aku masih inget waktu pertama kali ngobrol ama dia,  gak terasa aja kita ngobrol tiba-tiba udah jam 2 malem (bayangkan saudara-saudara). Ngobrol-ngobrol malam berikutnya pun waktu berjam-jam tu gak bakalan terasa. Mau ngomongin apapun nyambung ama dia, malah obrolan yang aneh menurut gue (missal: sejarah Jepang, hara-kiri, The Last Samurai) bisa nyambung ama dia. Padahal, kita tuh sebenarnya banyak banget bedanya. Contohnya, aku tu montok dia enggak (wkwkwkk), aku pinter masak dia paling cuma bisa masak lapis bolu doang :P, dan yang paling beda tu dia tu busuk dan aku enggak dong (hahahaha). Pokoknya intinya kami tu cukup berbeda, tapi entah kenapa ya waktu dia bilang dia nyaman, sama sebenarnya aku juga nyaman ama dia.
Dari awal kenal dia, aku tahu kalo dia tu orang baik. Lalu, aku pun sadar. Dia tu sebenarnya malah udah bikin hidup aku jauh lebih baik. Contohnya kebiasaanku yang selalu mandi malem, sambil teriak-teriak nyanyi-nyanyi ganggu tetangga lagi, dia bisa ngeubah kebiasaan itu dengan berbagai teori mengenai rematik dan penyakit-penyakit lainnya. Tapi masih ada satu hal yang ngebikin aku sadar untuk berubah. obrolan kemarin malem berhasil ngebuka mata dan pikiranku. Aku sadar kalau hidup aku selama ini gak have fun dalam soal cinta, kenapa sih aku terlalu hati-hati terlalu takut disakiti sampai menutup jalan kebahagian itu, padahal kan mencintai dan dicintai itu sesuatu yang amat indah, indah sekali, indah dewi pertiwi. Lalu, bermacam-macam fikiran berseliwiran di otakku malam itu. Dan aku sadar, mungkin ini saatnya untuk lebih menikmati hidup. Aku selalu bilang, memuji dan dipuji selalu memberi energi positip bagi dua sisi. Kenapa enggak dengan cinta, mencintai dan dicintai selalu memberi kebahagiaan bagi dua sisi. Jadi, makasih buat seseorang yang "jelek, busuk, botak, kurus, tulangan, dan penggoda tante-tante di angkot" yang berhasil menyadarkannya. Terima kasih J.

Terakhir, entah apapun yang terjadi dengan dengan kita nanti. Aku cuma pengen ngomong satu hal, kalau aku percaya kamu, dan sampai kapanpun aku percaya kalau kamu tuh orang baik. Terimakasih sudah datang dalam hidupku. Bagiku kamu sungguh berarti. (prikitiw..., pura-pura ngegombal :D )

NASOOOONG PISYOOOOONG :)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mengingat Ayah dan Dunia yang Hilang

a ku mengingat ayah, kulit duku, kayumanis, kacamata tanpa bingkai, es kacang hijau kopi hitam, gebrakan gaplek, tawa terbahak setiap malam, dan kalkulasi aneh di belakang catatan. aku mengingat ayah, aku memikirkan: dunia yang hilang. hukum Engel, buku toefl terbitan pertama,  musik country,  mobil merah,  serta langit sore ilalang menari, sungai kecil membelah jembatan. tanpa tahu mesti lewat mana, aku akan senantiasa mengiringi keniscayaan taklimat ayah, syahdan, semua napas cerita yang memejamkan mata tentang mimpi, tentang batu bernyanyi pada suatu negeri. aku ingin bernyanyi seperti batu,  suatu hari nanti pada sebuah negeri tentang kesia-siaan laku manusia,  nostalgia atas hal-hal sentimentil, tentang airmata dan penderitaan kehidupan tetapi bukankah kita tidak mesti menderita untuk bisa bernyanyi?

Slow Conscious Living

I planted passion fruit tree in my backyard and catched another sunset. Harvested some chives, and finely chopped to make some choi pan today. Walked barefoot on grass. Trimmed my red rose. Read a lot of book, i mean aloooot. Try a new recipe. Breastfeeding regulary. Watch Miesha plays with Kiano (her boyfriend, she told me) almost every evening. Make two cups of tea, and talk about herself and himself. Sleepless. Found a new night skincare routine. Connecting with Makka's eyes. Searching for the best coffee every weekend. Enjoy my maternity leave simply because I didn't have to pretend to be friendly and talkactive officemate. I love my sanctuary, my solitude that only contains kids, books, sketchs, plants, coffee, and receiving funny videos from him. Finally it is time to my fvcking introvert personality dominate. Tonight, I am thinking about making Kombucha and Sourbread and Burn cheesecake and  also  how to sing Ikan dalam Kolam with a nice cengkok properly.  A lot th...

Salad Pepaya Muda (Dedicated to Shachan9370)

Aku punya teman, aahhhhh.. Hobinya jalan-jalan, aaaaah.. aaaahhh.. aaaaahhh.. Ia gitu, beberapa dari kita mungkin punya teman yang hobi traveling sendirian. Kalau aku sih entah kenapa bisa adore banget dengan orang-orang yang bisa ngelakuin itu. Bayangin aja, pesen tiket, urus visa, urus ini urus itu, cari info, bikin itinerary sendiri bukan perkara yang mudah. Modal yang diperlukan sangat besar, bukan cuma materi dan waktu, tapi ada yang lebih penting dari itu namanya mental berani.  Mental berani itu, gak semua orang punya. Banyak dari kita, mayoritas malah, memaknai hidup ini cuma untuk sekadar mencari tempat yang aman tanpa membuka peluang untuk menikmati pengalaman yang lebih menyenangkan dari sekadar hidup, bertahan mencari kenyamanan lalu mati. Menghabiskan banyak waktu untuk sekadar memikirkan ketakutan absurd yang sebenarnya pun tidak perlu dipikirkan. Nah, orang-orang berjiwa petualang biasanya memiliki kadar ketakutan absurd yang cukup rendah. Entah aku termas...