Berada di keramaian menambah keyakinanmu untuk memilih kesendirian. Panggung yang penuh hingar bingar yang memekakan telinga terasa palsu. Sinar lampu itu semakin menyilaukan. Manusia-manusia boleh saja bukan objek favoritmu. Namun tetap kamu tahu tentang mereka, kemudian mencoba menyelami dan memahami kegilaannya. Saat sinar rembulan meretas malam, kamu dan mereka berubah menjadi serigala buas. Beberapa malah menjadi anjing dengan kepinding di tengkuknya. Oh, sungguh menyeramkan.
Atau barangkali tanpa kamu sadari kamu menyukai perasaan ditinggalkan saat kamu sendirian. Tanpa bermaksud mengatakan kamu membenci kebersamaan dengan orang lain. Tentu saja, kamu senang berada di sekitar orang-orang yang kamu cintai dan mencintai kamu dengan tulus. Celakanya, tidak ada ukuran pasti untuk menyaring ketulusan di lubuk hati manusia. Oh, sungguh menyeramkan.
Atau barangkali tanpa kamu sadari kamu mencemooh orang yang membenci kesendirian. Kamu lantas berpikir, terkadang manusia terlalu membesar-besarkan kebersamaan. Diam-diam kamu suka menertawakan mereka yang menampakkan kemesraan, namun hakikatnya saling menikam. Lucunya, mereka yang sejatinya sedang menautkan hati, justru nampak tak saling sapa saat bersama. Entah apa yang mereka sembunyikan. Oh, sungguh menyeramkan.
Atau barangkali tanpa kamu sadari kamu sedang menyelaraskan hidup. Semacam menemukan cara sederhana untuk menikmati kepedihan dan menyantap kebahagiaan dalam satu meja. Semacam menangkap intisari kehidupan dan menjalaninya secara bersamaan. Semacam menggabungkan mosaik imajinasi, realitas, dan menyatukannya menjadi sebuah mahakarya. Semacam itulah. Semacam berjalan menjauh dari kerumunan dan semakin mendekat, melekat kepada hakikat diri sendiri.
Komentar
Posting Komentar