Awalnya kamu pikir, kesedihan itu diskrit. Dia berdiam, terbenam. Menjadi batu. Mengiris tipis ujung tawamu. Kau kira sepanjang waktu. Oh, tidak Sayang! Nestapa yang bulat. Lara yang sesaat. Terkadang mereka nakal, sekian dasawarsa kembali berotasi, membentuk pola siklis dan kian dinamis. Mencari celah, menyusup diantara jemari Hamsa. Begitulah, selalu seperti itu. Ahhh, henti berdalih! Sudahi perulangannya. Mulai saat ini, ya saat ini. Seperti kebahagiaan, kesedihan juga harus dirayakan!
Semoga kau menemukan cahaya, dari dalam dirimu.
Appo deepo bhava!
Svaha.
Komentar
Posting Komentar